Pengikut

Selasa, 28 Jun 2016

~ Rahsia Lailatul Qadar Bagi Ahli Sufi ~

Lailatul Qadar atau Malam Qadar pada satu malam di antara malam-malam dalam bulan Ramadan, dikatakan sebagai malam yang paling rahsia sehingga ada setengah pendapat pula mengatakan bahwa para Nabi dan Rasul sendiri pun tidak mengetahui bilakah jatuhnya malam tersebut, inikan pula para wali atau orang awam. Lantaran itu timbullah pelbagai persangkaan, tafsiran dan pendapat, terdengar bermacam-macam cerita pelik dan aneh sama ada benar ataupun tidak terkait dengan peristiwa Lailatul Qadar itu.

Qadar bermaksud Kemuliaan. Surah Al-Qadr adalah Surah yang ke 97 di dalam senarai kitab suci Al-Qur'an dan diturunkan di Makkah sebanyak 5 ayat. Di dalam Surah tersebut pada ayat 3, Allah telah berfirman bahwa malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Tentu saja malam kemuliaan itu adalah sangat teristimewa dikurniakan Allah kepada hamba-hamba-NYA yang menjalankan ibadah puasa sepanjang bulan Ramadan. Bagi mereka yang sengaja mengingkari perintah syariat berpuasa, sudah pastilah malam qadar itu bukan disediakan buat mereka yang di dalam kerugian dan terputus dari rahmat Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Malam Qadar adalah malam yang telah lengkap dan sempurna diperturunkan kitab suci Al-Qur'an yang semenjak mulai diperturunkan secara beransur-ansur dari Langit yang dikenali sebagai Nuzul Al-Qur'an. Pada Malam Qadar itu turunlah malaikat Jibril berserta ramai malaikat lainnya dengan izin Allah demi mengatur segala urusan. Sepanjang keberkahan dan kesejahteraan Malam Qadar itu sehinggalah terbit fajar.

Bermacam cara dan usaha dilakukan untuk merebut Malam Qadar. Ada yang mencarinya dalam setiap sepuluh malam-malam terakhir Ramadan dengan berbuat amal-ibadah berjaga sepanjang malam tanpa tidur. Ada yang beriktikaf di masjid-masjid menjelang sepuluh malam terakhir Ramadan itu. Ada pula yang beribadah bersendirian di rumah atau di tempat-tempat uzlah yang jauh sunyi dan terasing dari pergaulan orang ramai. Pendek kata, mendapatkan Malam Qadar itu tidak harus dilepaskan peluang kerana tidak sama seperti beribadah di malam-malam yang lain, tetapi beribadah hanya pada satu malam sahaja di Malam Qadar itu telah dinilai oleh Allah beribadah selama seribu bulan. Subhanallah!

Ada pandangan ulamak menerangkan bahwa rahsia Lailatul Qadar itu sebenarnya tersirat di dalam Surah Al-Qadr itu sendiri. Jika dihitung satu-persatu jumlah perkataan atau lafazhiyah dalam Surah tersebut akan terdapat 29 perkataan. Maka kemungkinan Lailatul Qadar itu jatuh pada malam 29 Ramadan. Nabi s.a.w. pernah bersabda agar umatnya mencari rahsia Lailatul Qadar itu pada sepuluh malam-malam ganjil yang terakhir di bulan Ramadan.

Guru Mursyid Thariqat Syadziliyah, Asy-Syekh Abil Hasan Asy-Syadzily Rahimahullah, tersebut di dalam kitab manaqibnya, bahwa semenjak berumur baligh hingga akhir hayat beliau, setiap tahun beliau tidak pernah terlewatkan mendapati turunnya Lailatul Qadar. Beliau pernah mengatakan apabila awal Ramadan jatuh pada hari:

Ahad maka Lailatul Qadar akan turun pada tanggal 29
Isnin maka Lailatul Qadar akan turun pada tanggal 21
Selasa maka Lailatul Qadar akan turun pada tanggal 27
Rabu maka Lailatul Qadar akan turun pada tanggal 19
Khamis maka Lailatul Qadar akan turun pada tanggal 25
Juma'at maka Lailatul Qadar akan turun pada tanggal 17
Sabtu maka Lalilatul Qadar akan turun pada tanggal 23

Imam Al-Ghazai R.A. pernah mengatakan bahwa petanda rahsia Lailatul Qadar itu adalah terbukanya Alam Malakut. Alam Malakut ini berada dalam batin manusiawi yang paling terdalam. Sebagaimana sabda Nabi s.a.w. bahwa jika hati anak Adam itu tidak dikelilingi oleh syaitan, nescaya ia mampu melihat rahsia-rahsia Kerajaan Langit. Justeru itulah kebanyakan ahli sufi mencari rahsia Lailatul Qadar itu di dalam suasana batin qalbu mereka sendiri. Di dalamnya mereka dapat merasakan ketenangan dalam beribadah kepada Allah tanpa lagi adanya gangguan-gangguan atau terhapus dari segala akwan (gambaran-gambaran) Alam Nasut duniawi ini. Mereka beribadah dengan niat yang seikhlas-ikhlasnya dan tidak bertujuan mencari pahala kecuali keredhaan Allah semata-mata. Apabila mereka dapat mencapai rasa ketenangan yang menyeluruhi suasana batin mereka, itulah petandanya mereka telah berada di Alam Malakut. Di Alam Malakut itu mereka dapat melihat secara batiniyah akan ramainya malaikat yang sibuk menguruskan segala urusan. Mereka melihat roh-roh yang berhimpun, sama ada roh-roh orang yang masih hidup, sudah mati atau yang belum dilahirkan jasadnya. Dari Alam Malakut mereka berpindah ke Alam Jabarut yang menghubungkan Alam Ketuhanan dengan Alam Kemakhlukan. Di Alam Jabarut itulah mereka menerima pelbagai rahsia Ketuhanan yang tidak boleh diceritakan kepada orang awam dan mereka bertemu dengan roh-roh para Nabi dan Rasul serta roh-roh para Auliya'i wassohlihin. Dan seterusnya mereka melalui Alam Bahut, sempadan alam yang memisahkan kemakhlukan dengan Ketuhanan, sehingga yang tinggal pada mereka hanyalah SirulLah (Rahsia Allah), justeru dengan SirulLah itulah mereka menembusi Alam Lahut menyaksikan Allah, hidup dalam Allah dengan Allah tanpa rasa adanya kematian atau kefanaan. Sehingga terbitnya fajar di Alam Nasut, mereka dikembalikan kepada peringkat roh masing-masing yang berada di dalam jasad mereka. Itulah sebenarnya pengalaman dan peristiwa Lailatul Qadar buat ahli sufi.

oleh H.B. Johar
Khamis 17 Julai 2014
Singapura

Sabtu, 25 Jun 2016

JENIS-JENIS KARAMAH WALI ALLAH

Al-Tajj al-Subki menjelaskan macam-macam karamah dalam kitab Al-Tabaqah al-Kubra sebagai berikut:

1. Menghidupkan yang sudah mati
Kisah Abu 'Ubaid al-Bisri dalam sebuah peperangan ketika memohon kepada Allah untuk menghidupkan kembali binatang yang dikendarainya, maka hiduplah binatang yang sudah mati itu. Kisah Mifraj al-Dimamini ketika berkata kepada ayam yang dipanggang, "Terbanglah!" Tiba-tiba ayam itu terbang. Kisah Syaikh al-Ahdai ketika memanggil seekor kucing yang sudah mati, lalu kucing itu mendatanginya. Hikayat Syaikh 'Abdul Qadir ketika berbicara dengan ayam setelah ia menyantap dagingnya, "Bangunlah dengan izin Allah, Zat Yang Menghidupkan tulang-tulang yang remuk," tiba-tiba ayam itu bangkit kembali. Kisah Syaikh Abu Yusuf al-Dahmani ketika mendatangi sesosok mayat, ia berkata, "Bangkitlah! Dengan izin Allah," lalu mayat itu berdiri dan hidup kembali dalam waktu yang cukup lama. Kisah Syaikh Zainuddin al-Faruqi al-Syafi'i, guru besar Syam, yang diriwayatkan oleh Al-Subki bahwa di rumah Syaikh Zainuddin, ada anak kecil yang jatuh dari atap lalu meninggal. Syaikh Zainuddin kemudian berdoa kepada Allah, hingga akhirnya anak tersebut hidup kembali. (Riwayat Syaikh Fathuddin Yahya, putra Syaikh Zainuddin) Al-Subki selanjutnya berkata, "Tidak ada cara untuk menghitung cerita-cerita seperti ini karena banyaknya. Tetapi saya atau mungkin juga orang lain belum yakin bahwa seorang wali bisa menghidupkan orang yang sudah lama mati dan telah menjadi tulang belulang
kemudian mayat itu hidup untuk waktu lama. Hal ini belum pernah kami temui dan saya tidak percaya hal itu bisa dilakukan oleh seorang wali, tetapi tidak diragukan bahwa kejadian semacam itu pernah dilakukan oleh nabi-nabi Hal ini bisa terjadi melalui mukjizat bukan dengan karamah. Seorang nabi sebelum tertutupnya pintu kenabian bisa menghidupkan umat yang telah hancur beberapa abad, kemudian mereka hidup kembali untuk waktu lama. Saya tidak percaya bahwa wali bisa menghidupkan Imam Syafi'i atau Imam Abu Hanifah lalu keduanya hidup dalam waktu lama sebelum wali tersebut wafat atau bahkan hanya untuk waktu singkat dan mereka bisa bergaul dengan orang yang hidup sebagaimana mereka bergaul sebelum wafat.'

2. Dapat berbicara dengan orang mati
Karamah ini lebih banyak terjadi dibandingkan karamah sebelumnya. Misalnya kisah tentang Abu Sa'id al-Kharazi r.a., Syaikh 'Abdul Qadir r.a., dan golongan wali setelah mereka yakni beberapa guru Syaikh Imam al-Walid, ayahanda dari Imam Taqiyuddin al-Subki.

3. Membelah dan mengeringkan laut, serta berjalan di atas air Karamah ini sering terjadi. Syaikhul Islam dan pemimpin kaum mutaakhirin, Taqiyuddin bin Daqiqil 'Id juga telah mengalami hal ini

4. Merubah benda-benda
Diceritakan bahwa Syaikh 'Isa al-Hatar al-Yamani pernah didatangi utusan seseorang yang mengolok-oloknya dengan membawa dua bejana penuh arak. Kemudian Syeikh 'Isa menuangkan arak dari salah satu bejana ke wadah lainnya dan Syaikh berkata kepada murid-muridnya, "Dengan menyebut nama Allah, makanlah!" Mereka lalu memakannya dan tiba-tiba arak itu berubah menjadi mentega dan tidak terlihat sedikit pun warna maupun aroma arak. Banyak orang menceritakan kisah semacam ini.

5. Melipat jarak bumi
Diceritakan bahwa beberapa wali berkumpul di Masjid Tharsus, mereka ingin sekali mengunjungi Masjidil Haram. Mereka kemudian memasukkan kepala ke dalam saku masing-masing. Ketika kepala mereka dikeluarkan, mereka sudah sampai di Masjidil Haram. Hikayat-hikayat semacam ini sampai kepada kita dengan jalan mutawatir, tidak ada yang mengingkarinya, kecuali para pendusta.

6. Berbicara dengan benda mati dan binatang
Tidak diragukan hal ini sering terjadi Diceritakan bahwa Ibrahim bin Adham memanggil sebatang pohon delima ketika ingin sekali me
makannya. Beliau memakannya, mulanya buahnya kecil, tetapi kemudian memanjang, dan yang mulanya asam, menjadi manis. Peristiwa ini terjadi dua kali dalam setahun.

7. Menyembuhkan berbagai macam penyakit
Al-Sari menceritakan bahwa ia pernah bertemu dengan seorang laki-laki di sebuah gunung yang dapat menyembuhkan cacat sebagian anggota badan, buta, dan penyakit lain. Diceritakan pula kisah Syaikh 'Abdul Qadir ketika berkata kepada seorang bocah yang lumpuh, buta, dan sakit lepra, "Bangunlah dengan izin Allah." Akhirnya bocah tersebut bangun tanpa kesulitan.
                                                         
8. Menundukkan binatang
Seperti hikayat Abu Sa'id bin Abu Khair al-Mihani yang menundukkan singa dan hikayat Ibrahim al-Khawwash. Juga kemampuan menundukkan benda mati seperti hikayat Syaikhul Islam 'Izzuddin bin 'Abdussalam yang menundukkan angin dalam peristiwa al-Faranji, "Angin, bawalah mereka!"

9. Melipat waktu

10. Membentangkan waktu
Dua macam karamah di atas sulit dipahami, dan lebih baik kita menyerahkan pemahamannya kepada para ulama. Hikayat-hikayat tentang keduanya cukup banyak.

11. Terkabulnya doa
Karamah macam ini sering terjadi dan kita juga sering menyaksikannya.

12. Mengendalikan lisan ketika berkata dan fasih bicaranya.

13. Memikat hati dalam majlis hingga mempengaruhi akhir keputusan yang diambil

14. Memberitahukan dan menyingkap hal-hal gaib. Karamah ini merupakan tingkatan yang melampaui batas pengetahuan kita

15. Sabar atas ketiadaan makanan dan minuman dalam waktu yang cukup lama

16. Mengendalikan perubahan musim
Banyak orang menceritakan bahwa ada wali yang selalu diikuti hujan, diantaranya Syaikh 'Abdul'Abbas al-Syathir (dari kelompok ulama mutaakhirin) yang pernah menjual hujan dengan harga beberapa dirham. Banyak hikayat tentang karamah semacam ini, sehingga tidak ada alasan untuk mengingkarinya.

17. Mampu memperoleh banyak makanan

18. Terjaga dari memakan makanan haram

Diceritakan bahwa Al-Harits al-Muhasibi mampu mencium aroma panas makanan yang haram sehingga ia tidak jadi memakannya. Ada yang mengatakan tubuhnya bergerak-gerak jika menemukan makanan haram. Syaikh Abu 'Abbas al-Mursi juga mempunyai kemampuan serupa.

19. Melihat tempat yang jauh dari belakang h ijab
Sebagaimana diceritakan bahwa Syaikh Abu Ishaq al-Syirazi mampu melihat Ka'bah, padahal ia sedang berada di Baghdad.

20. Ditakuti
Orang yang menyaksikannya secara langsung bisa meninggal seperti sahabat Abu Yazid al-Busthami, atau menjadi tidak berkutik di hadapannya, atau mengaku bahwa ia menyembunyikan sesuatu darinya, dan lain-lain.

21. Allah mencegah kejahatan yang akan menimpa seorang wali dan mengubahnya menjadi kebaikan, seperti yang terjadi antara Imam Syafi'i dan Khalifah Harun al-Rasyid.

22. Menampakkan diri dalam bentuk yang berbeda-beda
Dalam istilah sufi disebut alam mitsal (dunia penyerupaan). Mereka menetapkannya sebagai dunia pertengahan antara dunia fisik dan dunia metafisik sehingga disebut alam mitsal, yakni dunia yang lebih lembut daripada dunia fisik dan lebih kasar daripada dunia metafisik. Ruh bisa mengambil bentuk dan menampakkan diri dalam bentuk yang bermacam-macam di alam mitsal lalu menyerupai manusia, berdasarkan firman Allah, Maka ia (malaikat) menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna (QS Maryam [19]: 17). Diceritakan bahwa Qadhib al-Ban al-Musili, salah seorang Abdal, dituduh meninggalkan shalat oleh seseorang yang belum pernah melihatnya. Ia tiba-tiba mengubah dirinya menjadi beberapa bentuk lalu bertanya, "Dalam bentuk mana engkau melihatku tidak melakukan shalat?"
Banyak kisah mengenai karamah semacam ini. Salah satu kisah yang disepakati oleh para ulama Mutaakhirin adalah kisah tentang seorang sufi besar di Kairo yang berwudhu tidak secara berurutan di madrasah Suyufiyyah. Kemudian ada orang menegurnya, "Wahai Syaikh, wudhumu tidak berurutan." Syaikh itu lalu menjawab, "Saya selalu berwudhu dengan urut, kamu yang salah lihat." Ia lalu mengambil tangan orang itu dan memperlihatkan Ka'bah kepadanya.
Orang itu kemudian melewati Mekah dan melihat Syaikh itu ada di Mekah, dan ia tinggal di sana beberapa tahun.
23. Allah memperlihatkan isi bumi kepada mereka Sebagaimana dalam hikayat Abu Turab, ketika kakinya menjejak
bumi, tiba-tiba air memancar. Ibn al-Subki mengatakan, "Karamah ini terjadi sebagai berikut: Allah menciptakan air tidak pada tempatnya,

Jumaat, 24 Jun 2016

Kursus smart solat masjid Lohan 1

program smart solat secara talaqi. pelajari dan perbetulkan serta semak bacaan solat dan perlakuan solat. program ini akan dilaksanakan pada 3hb july bertempat d masjid Al Kauthar lohan. masa: jam 4 ptg , selepas solat asar. jgn lepaskan peluang utk semak semula solat anda secara bertalaqi. yuran RM30. sijil dan iftar d sediakan....

Kursus smart solat masjid Lohan 1

program smart solat secara talaqi. pelajari dan perbetulkan serta semak bacaan solat dan perlakuan solat. program ini akan dilaksanakan pada 3hb july bertempat d masjid Al Kauthar lohan. masa: jam 4 ptg , selepas solat asar. jgn lepaskan peluang utk semak semula solat anda secara bertalaqi. yuran RM30. sijil dan iftar d sediakan....

Selasa, 14 Jun 2016

Kenduri penyudah dan mula 40 hari pertama

Sebelum hadirnya ramadan Abjad Sabah berjaya melaksanakan kenduri kambing.

Sempena hadirnya ramadan tahun ini. juga Kesyukuran beberapa Ahli menyudahkan  rutin 40 hari pertama. Juga Sahabat yang lain yang akan memulakan rutin 40 hari pertama.

Saya sendiri telah lama berniat untuk buat kenduri kambing tapi belum ada kelapangan dan keluasan reziki.

InsyahAllah makbul lah hajat mereka- mereka itu seumpama makbul segala hajat sekelian mereka itu

Isnin, 13 Jun 2016

Bangsa melayu berfahaman ahlussunnah wal jamaah

*BANGSA MELAYU BERFAHAMAN AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH*-

Sumber dari alim-ulama silam Alam Melayu

Al-Marhum Tuan Guru Haji Abdullah bin Haji Ibrahim atau lebih dikenali dengan panggilan Haji Abdullah Fahim. Tokoh ini tidak perlu diperkenalkan lagi. Seorang ulama tersohor. Perhatikan apa yang beliau katakan.

*بسم الله الرحمن الرحيم. الحمدلله والصلاة والسلام على سيدنا محمد وعلى آله واصحابه* .
*اما بعد*

Tuan-tuan sedia maklum, beratus-ratus tahun bahawa orang bangsa Melayu se Malaya ini dari peringkat ke bawah hingga peringkat ke atas, awam-awam, qadhi-qadhi, ulama-ulama, menteri-menteri, hingga raja-raja, sekalian mereka itu bermazhab dengan Mazhab al-Imam asy-Syafie ijma'an. Tiada seorangpun yang bermazhab lain daripada mazhab Syafie (يحرم خرق الاجماع).

Ambil mereka itu hukum-hukum feqah Syafie daripada kitab Tuhfah, dan kitab Nihayah hingga kitab al-Umm dan mukhtasharatnya dan terjemahnya kepada bahasa Melayu seperti Sabil al-Muhtadin, Bughyah al-Tullab, dan Matla’ al-Badrain dan lainnya. Usuluddin atas perjalanan Abi al-Hasan al-Asy'ari. Diambil dari syuruh dan hawasyi Umm al-Barahin, dan Jauharah dan sebagainya daripada kitab-kitab Melayu. Ilmu tasawuf atas perjalanan al-Imam al-Ghazali diambilkan daripada Minhaj al-Abidin, Ihya' Ulumiddin dan terjemahnya kepada bahasa Melayu, seperti Sair as-Salikin. Maka ini kitab-kitab dan seumpamanya, segala hukum dalamnya kesemuanya mengistinbat daripada al-Quran dan hadits yang dihalusi dan ditapis oleh ulama-ulama ajilla', diamal dengan dia sudah lebih daripada seribu tahun dan diterjemah kepada bahasa Melayu beratus-ratus tahun.'

[Dirumikan dari tulisan tangan Tuan Guru Hj Abdullah Fahim yang disiarkan di dalam buku Tokoh-tokoh Ulama’ Semenanjung Melayu (2); Terbitan Majlis Ugama Islam Dan Adat Istiadat Melayu Kelantan; Cetakan Tahun 1996; Halaman 39]

*Antara pesanan al-Marhum Tuan Guru lagi*:

“(Nasihat) supaya jangan berpecah belah oleh bangsa Melayu sendiri. Sekarang sudah ada timbul di Malaya mazhab Khawarij yakni mazhab yang keluar dari mazhab empat mazhab ahli al-Sunnah wal Jamaah [yang beliau maksudkan adalah *GOLONGAN KAUM MUDA @ WAHHABI*]
[1]. Maksud mereka itu hendak mengelirukan faham awam yang sebati dan hendak merobohkan pakatan bangsa Melayu yang sejati. Dan menyalahkan kebanyakan bangsa Melayu…….
hukum-hukum mereka itu diambil dari kitab Huda al-Rasul yang mukhasar daripada kitab Huda al-‘Ibad dikarang akan dia oleh Ibnu Qayyim al-Khariji, maka Ibnu al-Qayyim dan segala kitabnya ditolak oleh ulama' ahl as-Sunnah wa al-Jamaah

Tuan-tuan bangsa Melayu jangan tertipu daya hasutan mereka itu dikeluar hukum-hukum yang tiada terpakai dalam mazhab Syafie, dan fatwa mereka itu masalah yang buruk-buruk, sudah terdengar kepada awam, harapan bangsa Melayu jangan berpecah belah sesama bangsa sendiri ……

Bahkan pesanan beliau lebih keras lagi:

*“Siapa yang datang kepada kamu dan menyuruh kamu semua supaya taat kepada seorang lelaki tertentu tujuannya untuk memecahkan persatuan kamu dan menghancurkan kesatuan kamu, maka bunuhlah akan dia …….”*

*[Tokoh-tokoh Ulama’ Semenanjung Melayu (2); Terbitan Majlis Ugama Islam Dan Adat Istiadat Melayu Kelantan; Cetakan Tahun 1996; Halaman 37 dan 38]*

Notakaki:

Menurut Sayyid Muhammad Amin ibn Sayyid Umar ibn Sayyid ‘Abdul al-‘Aziz ibn Sayyid Ahmad ibn Sayyid ‘Abdurrahim ibn Sayyid Najmuddīn ibn Sayyid Muhammad Shalahuddīn atau lebih dikenali sebagai ‘ Imam Ibn ‘Abidin asy-Syami [wafat 1252H/1836M] menyebut didalam kitabnya Raddul Muhtar ‘ala ad-Durrul Mukhtar:

Bab: Berkenaan Pengikut-pengikut [Muhammad] Ibn Abdul Wahhab, Golongan Khawarij Dalam Zaman Kita.

…sepertimana yang berlaku pada masa kita ini pada pengikut [Muhammad] Ibn Abdul Wahhab yang keluar dari Najd dan menakluki al-Haramayn (Mekah dan Madinah) dan mereka bermazhab dengan mazhab al-Hanbali tetapi mereka ber’iktikad bahawa hanya mereka sahajalah orang Islam dan orang-orang yang bertentangan akidah dengan mereka adalah kaum Musyrik. Dengan ini mereka pun menghalalkan pembunuhan Ahli Sunnah dan pembunuhan ulama’-ulama’ mereka sehingga Allah SWT mematahkan kekuatan mereka dan memusnahkan negeri mereka dan askar Muslim berjaya menawan mereka pada tahun 1233 H.

[Terjemahan ini dan gambar kitab dan helaiannya berkenaan diambil dari blog al-ashairah]

Al-Marhum Tuan Guru Haji Muhammad bin Haji Wan Idris Bermin al-Fathani atau lebih dikenali dengan panggilan Tok Bermin (1290H/1873M - Khamis 29 Zulkaedah 1376H/27 Jun 1957M). Beliau merupakan shahabat kepada Tok Kenali dan Tok Kelaba. 

Di dalam sebuah manuskrip tulisan tangan Tok Bermin yang dimiliki oleh al-Marhum Tuan Guru Haji Wan Muhammad Shaghir, dimana didalam kitab tersebut Tok Bermin meriwayatkan peristiwa *kedatangan dua orang dari Minangkabau ke Legor menyebarkan ajaran Kaum Muda [Wahabi]*. Mukadimah tulisan Tok Bermin adalah sebagai berikut:

Dan adalah pada hari Sabtu, 26 Syawal, dan hari Isnin, 28 Syawal juga, pada tahun [atau] sanah 1347 [Hijrah], perhamba al-Haji Wan Muhammad Bermin, Jambu, periksa dan tanya akan ‘Abdullah dan Burhan orang Minangkabau. Yang keduanya [itu adalah] setengah daripada Kaum Muda [Wahabi] yang duduk berjalan menyesatkan orang-orang. Di dalam negeri Legor diperiksa di dalam Masjid al-Haji Mat, Kampung Baru. Dan di dalam Masjid al-Haji Mahmud di hadapan Imam Shiddiq, dan Penghulu Hamzah, dan al-Haji Mat sendiri dan al-Haji Mahmud, dan beberapa banyak daripada manusia.

*[Tarikh kejadian yang disebut oleh Tok Bermin iaitu 26 dan 28 Syawal 1347H itu adalah bersamaan dengan 6 dan 8 April 1929M*. Memperhatikan tarikh ini bererti masih dalam lingkungan tahun-tahun yang sama dengan pertentangan Kaum Tua dan Kaum Muda di Sumatera. Tok Bermin lahir pada tahun 1290H/1873M, bererti dia lebih tua sekitar enam tahun daripada *Syeikh Abdul Karim Amrullah, pelopor Kaum Muda di Minangkabau yang lahir pada 1296H/ 1879M*. Kemungkinan *Abdullah dan Burhan yang berasal dari Minangkabau yang disebut oleh Tok Bermin pada petikan di atas adalah termasuk murid Syeikh Abdul Karim Amrullah. Tidak dapat dinafikan bahawa Tok Bermin dan Syeikh Abdul Karim Amrullah telah kenal sejak di Mekah kerana kedua-duanya adalah belajar dengan para ulama Mekah yang sama.]*

Selanjutnya Tok Bermin menulis:

Maka telah nyata bahawasanya ‘Abdullah dan Burhan bukan daripada orang yang mengikut Imam Syafie. Bahkan bukan daripada mazhab yang empat. Dan keduanya bawa bercakap dengan kitab bagi Imam Syafie itu kerana menipu dan supaya menyangka orang yang mendengar akan kedua-duanya itu orang yang mengikut Syafie, padahal bukan Syafie.Dan jika tiada keduanya bawa bercakap-cakap dengan ‘Kitab Umm’ itu, nescaya tiada seorang pun mengikut akan keduanya daripada permulaan masuk Abdullah dan Burhan ke dalam negeri Legor.

Tulis Tok Bermin selanjutnya:

Dan sebab keluar keduanya dari mazhab itu, kerana menafi oleh keduanya akan ijmak dan qiyas. Dan keduanya ikut nas al-Quran dan hadits sahaja. Dan padahal ijmak dan qias itu, keduanya adalah setengah daripada dalil-dalil yang buat menghukum ‘ulama’ dengan dia.

Tok Bermin membahaskan perkara tersebut dengan panjang lebar dan mendalam menggunakan hujah-hujah yang mantap ditinjau daripada pelbagai ilmu sebagaimana yang digunakan oleh jumhur ulama. Oleh sebab Tok Bermin memang pakar dalam banyak bidang ilmu, terutama ilmu alat, iaitu nahu dan sharaf. Abdullah dan Burhan kurang mengetahui tentang kedua-dua ilmu itu terpaksa diam saja.

[Tulisan ini adalah merupakan petikan dari tulisan al-Marhum Tuan Guru Haji Wan Muhammad Shaghir Wan Abdullah didalam akhbar Utusan Malaysia, ruangan Ulama Nusantara, Tok Bermin al-Fathani. Semoga Allah melimpahkan rahmatNYA kepada kedua orang ulama' ini.]

Jelas Tok Burmin menolak fahaman kaum muda atau Wahabi ini. Jika kita terima ajaran Wahhabi, maknanya kita tolak fatwa ulama-ulama kita yang dahulu-dahulu yang terkenal dengan ke’aliman dan ketaqwaannya.

Haji Abu Bakar bin Haji Hasan al-Muari bin Haji Ahmad bin Anggak bin Datuk Sijo Bukit Moh, Muar Bandar Maharani, Johor. Beliau dilahirkan pada tahun 1292 Hijrah/1875 Masihi, dan meninggal pada tahun 1357 Hijrah/1938 Masihi. Selama 34 tahun beliau berada di Mekah untuk menuntut ilmu, iaitu ketika usianya enam tahun (1881M/1299H.) dan pulang ke tanah air pada tahun 1915 Masihi.

Antara guru-guru beliau di Mekah ialah Syeikh Ahmad bin Muhammad Yunus Lingga. [kepada ulama ini, beliau mendalami kitab hadits Bukhari], Syeikh Abdullah bin Qasim as-Sanquri, iaitu ulama yang berasal dari dunia Melayu yang menjadi ketua qiraat tujuh di Hijaz pada zaman itu. Syeikh Muhammad Nur al-Fathani [mendalami ilmu falak], Syeikh Muhammad Mukhtar bin Atharid Bogor dan Syeikh Umar bin Abdur Rasyid as-Sumbawi.

Dalam mempertahankan kaum tua [yang berpegang kepada ‘asya’irah dalami ilmu tauhid dan bermazhab Syafie dalam fiqih] Haji Abu Bakar Qadhi mengarang beberapa risalah menolak pendapat *Hasan Bandung dan Shaikh Thahir Jalaluddin, yang merupakan ulama kaum muda dan sebuah karya di dalam bahasa Arab untuk menolak beberapa pendapat Sayid Rasyid Ridha, ulama Mesir yang merupakan, tokoh reformis yang sangat terkenal. Antara kitabnya itu bertajuk Taman Persuraian Membatalkan Perkataan asy-Syaikh MuhammadThahir Jalaluddin al-Minankabawi …, Mustika ‘Ajaaib Pada Menyatakan Hukum dan Kelebihan Membaca Maulid Nabi Kita صلى الله عليه وسلم, Cogan Perikatan Pada Menyatakan Sunat Berlafadz Usolli, Taufan Yang Memalui Atas Huraian Haji Thahir Al-Minankabawi dan lain-lain*.

Tuan Guru Haji Abdul Qadir Sekam atau Ayah Dir Sekam atau nama penuhnya ialah Syaikh 'Abdul Qadir bin Haji Wangah bin 'Abdul Lathif bin Utsman. Tokoh mutakhir Fathani Darussalam [sehingga penghujung abad 20] yang paling banyak menulis. Lahir pada 1340H/1921M di Kampung Sekam. Di dalam kitab beliau Irsyadul Jawiyyin ila Sabilil Ulama-il ‘Amilin mengandungi bahasan mengenai kesesatan dan kesilapan Wahhabi dan Muhammad Abdul Wahab.

Tuan Guru Syaikh Abdul Qadir bin Abdul Muthalib al-Indonisi al-Mandili. Seorang ulama yang terkenal mengajar di Masjidil Haram di Mekah. Merupakan mahaguru ulama seNusantara disekitar tahun 50an.

Beliau menulis beberapa kitab untuk menolak fahaman kaum Muda [Wahabi] antaranya kitab bertajuk Sinar Matahari Buat Penyuluh Kesilapan Abu Bakar al-‘Asy’ari [pelopor fahaman kaum muda @ wahabi di negeri Perlis Indera Kayangan]. Kitab tersebut ditulis di Makkah al-Mukarramah dan selesai penulisannya pada hari Sabtu 4 Syawal 1378H.

Sebuah lagi kitab yang beliau tulis, bertajuk al-Mazhab atau Tiada Haram Bermazhab. Kitab ini beliau tulis untuk memenuhi permintaan Tuan Guru Haji Hasan Ahmad al-Fathani bagi menjawab sebuah kitab tulisan seorang pemuka kaum muda @ Wahabi bernama Hasan Ahmad Bandung bertajuk al-Mazhab, Wajibkan atau Haramkah Bermazhab? Selain itu beliau juga mentahqiqkan kitab karangan murid beliau, Ismail bin Ahmad bin Muhammad Salleh at-Fathani al-Langgoori bertajuk Minhaaj al-Saalimin fi Thoriqah al-Mutaqaddimin Maka jelas menunjukkan beliau menolak akan fahaman Wahabi yang mengeliru dan menyesatkan itu.

Jelas bahawa ulama-ulama diatas menolak fahaman/ajaran yang dibawa oleh kaum muda atau Wahabi. Jika kita terima ajaran Wahhabi, maknanya kita tolak fatwa ulama-ulama kita yang dahulu-dahulu yang terkenal dengan ke’aliman dan ketaqwaannya.

Syaikh Ahmad Khatib bin Abdul Lathif bin Abdullah al-Minankabawi lahir pada hari Isnin, 6 Zulhijjah 1276H/26 Jun 1860M di Sumatera dan pada wafat 9 Jumadilawwal 1334H/13 Mac 1916M di Mekah. Salah seorang ulama melayu yang telah mengangkat martabat ulama melayu kerana beliau pernah menjadi imam dan khatib dalam Mazhab Syafie di Masjidilharam Mekah. Antara guru-guru beliau adalah Sayid Bakri Syatha, Sayid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki. Antara muridnya pula adalah Syaikh Hasan Ma’sum dan Syaikh Abdul Karim Amrullah [ayahanda kepada Buya HAMKA]. Seketika berlaku polemik diantara kedua murid beliau iaitu Syaikh Hassan Ma’sum yang beraliran ‘kaum tua’ dan Syaikh Abdul Karim Amrullah [ dikenali juga dengan Haji Rasul Amrullah, wafat 2 Jun 1945 - gambar sebelah] yang beraliran ‘kaum muda’, Syaikh Ahmad Khatib telah menyebelahi muridnya Syaikh Hassan Ma’sum dan dengan tegas menulis Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dan Wahabiyah yang diikuti oleh anak murid beliau [Syaikh Abdul Karim Amrullah] adalah sesat. Menurut Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, golongan tersebut sesat kerana keluar daripada fahaman Ahl as-Sunnah wa al-Jamaah dan menyalahi pegangan mazhab yang empat. Antara tulisannya ialah al-Khiththah al-Mardhiyah fi Raddi fi Syubhati man qala Bid’ah at-Talaffuzh bian-Niyah, Nur al-Syam’at fi Ahkam al-Jum’ah dan lain-lain.

Diantara nasihatnya: “Maka betapakah akan batal dengan fikiran orang yang muqallid yang semata-mata dengan faham yang salah dengan taqlid kepada Ibnu al-Qaiyim yang tiada terpakai qaulnya pada Mazhab Syafie.

"Maka wajiblah atas orang yang hendak selamat pada agamanya bahawa ia berpegang dengan segala hukum yang telah tetap pada mazhab kita. Dan janganlah ia membenarkan akan yang menyalahi demikian itu daripada fatwa yang palsu.”

Datuk Saiyid Alwi bin Thahir al-Haddad lahir di Bandar Qaidun, Hadhramaut, Yaman pada 14 Syawal 1301H/7 Ogos 1884M dan beliau wafat pada pada 17 Jumadilakhir 1382H bersamaan14 November 1962M. Dilantik menjadi Mufti Johor sebanyak dua kali iaitu pada tahun 1934 – 1941 dan 1947 - 1961.

Antara guru-guru beliau ialah Habib Ahmad bin al-Hasan al-Attas, Habib Thahir bin Umar al-Haddad, Habib Muhammad bin Thahir al-Haddad, Habib Abdullah bin Thaha al-Haddad, Habib Thahir bin Abi Bakri al-Haddad dan al-Mu'ammar Sirajuddin Umar bin Utsman bin Muhammad Ba Utsman al-Amudi ash-Shiddiqi al-Bakari.

Saiyid Alwi al-Haddad ialah seorang ulama yang berpendirian keras dan tegas mempertahankan hukum syarak menurut aliran ‘kaum tua’. Beliau sangat menyanggah pendapat dan pegangan Syaikh Ahmad bin Muhammad as-Surkati dan yang lebih keras dibantahnya ialah A. Hassan bin Ahmad Bandung, bahkan Saiyid Alwi al-Haddad yang mengharamkan karya-karya A. Hassan Bandung di Johor demi untuk membendung menularnya fahaman kaum muda @ wahabi. [Syaikh Ahmad bin Muhammad as-Surkati dan A. Hassan Bandung – wafat pada 10 November 1958 - adalah merupakan ulama ‘kaum muda’]

Didalam Fatwa Mufti Kerajaan Johor yang telah difatwakan oleh Allahyarham al-‘Allamah Dato’ Sayyid Alwi bin Thahir al-Haddad, Mufti Kerajaan Johor 1936 – 1961M = 1356 – 1381H, dikumpul dan diterbitkan oleh Bahagian Penerbitan Jabatan Agama Johor, halaman 397 – 399:

*PERKARA: MENGENAL KAUM MUDA –WAHHABI-DAN MUSUH-MUSUH ISLAM*.

Soalan: Bagaimanakah dapat kenal atau ketahui alamat-alamat kaum muda (wahhabi) itu? Adakah kaum muda itu terjumlah dalam golongan Islam?

Jawab: Jawab Soalan Pertama:Yang dikatakan Kaum Muda (Wahhabi) pada pertuturan orang-orang zaman ini (zaman beliau) ialah suatu kumpulan orang-orang yang tiada mengerti dan faham tentang Islam, mereka bersungguh-sungguh hendak menghampir dan menyatukan agama Islam kepada agama lain. Apa jua perkara yang terbit daripada agama Kristian atau Majusi, mana yang dipandang mereka molek dan elok pada zhohirnya berkehendaklah mereka memalingkan hukum-hukum Islam kepadanya seperti berkata setengah mereka itu (wahhabi): Babi itu suatu binatang yang suci, dan berkata setengah yang lain pula; Tiada sah ruju’ dengan tiada redha perempuan, dan berkata yang lain pula; Nabi Allah ‘Isa عليه السلام berbapa seperti perkataan orang-orang Yahudi.”

Setengah dari alamat (ciri-ciri) mereka itu (wahhabi):

Mereka marahkan Imam-Imam Mazhab yang empat dan ulama’ fiqh, mereka mengaku mengetahui al-Quran dan al-Hadits Nabawi.
Mereka membangkang ijma’, menyebarkan masalah khilaf di antara umat-umat Islam supaya menambah porak peranda umat-umat Islam sebagai mana disukai oleh seteru-seteru Islam.

Apabila mereka melihat orang-orang Islam tiada menyentuh al-Quran melainkan kemudian daripada mengambil air sembahyang, mereka (wahhabi) berkata; Harus menyentuh al-Quran dengan tiada air sembahyang.

Apabila mereka melihat orang Islam tiada membaca al-Quran melainkan kemudian daripada bersuci daripada hadats besar, mereka (wahhabi) berkata; Harus membaca al-Quran kalau ada hadats besar sekalipun.

Apabila mereka melihat orang-orang Islam menjauhkan diri daripada najis seperti arak dan babi, mereka berkata ; Kedua-dua perkara itu suci. Mereka mencita-cita (bercita-cita) supaya orang Islam menjadi seperti orang Majusi. Mereka berlumur dengan lemak babi dan mencurahkan arak kepada bajunya kemudian sembahyang.

Setengah mereka itu sepanjang hari memain (bermain) kemaluannya atau menyentuh kemaluan isterinya beberapa kali kemudian boleh dia sembahyang (‘la za’mihim) dengan tiada mengambil air sembahyang.

Lagi demikian jua kalau ia membuat rantai leher daripada daging babi atau memakai kulit babi yang basah kemudian pergi sembahyang, nescaya sah sembahyang disisi mereka.

Kalau mereka bergelumbang dalam reban ayam atau kandang kambing atau lembu dan jadi baunya sebusuk-busuk manusia, kemudian ia sembahyang sah juga sembahyang disisi mereka.

Dan setengah dari ‘alamat mereka itu (wahhabi), mereka bersungguh mengamat-amati dan mengambil susah dalam perkara yang kecil-kecil seperti talqin, tahlil dan seumpamanya dan tiada menghiraukan perkara-perkara yang besar-besar seperti dosa-dosa besar yang telah membiak setengah daripadanya berzina, riba, was-was sangka pada Allah dan mengajar kanak-kanak Islam agama yang bukan Agama Islam. Perkara ini semua tiada disebut (dititik beratkan oleh wahhabi)dan tiada dihiraukannya.

Dan setengah daripada ‘alamat mereka itu, mereka berseteru dan merekakan masalah-masalah fiqh yang tiada padanya khilaf, barangsiapa menyalahi akan mereka itu pada satu daripada masalah-masalah fiqah seperti suatu hukum daripada hukum-hukum sembahyang atau sujud sahwi atau tayammum atau sunnah talqin, nescaya mereka jadikan orang itu seteru, terus diingkarkannya.

Semuanya ini ialah adat orang-orang khawarij (orang-orang yang benci akan Sayyidina ‘Ali karramahu wajhah) dan ‘adat ahlul bid’ah yang menyalahi puak-puak Islam kerana sahabat-sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم, al-Tabi’in, mereka yang kemudian daripada Imam-imam mazhab yang empat dan sekalian ‘ulama’ mazhab, mereka bersalah-salahan (berselisihan pendapat) pada beberapa masalah dalam masalah fiqah (furu’ fiqhiyyah) tetapi mereka tiada berseteru diantara setengah dengan setengahnya dengan sebab bersalah-salahan ambilnya itu kerana bukannya bersalahan itu pada usul (asal masalah) bahkan pada furu’ (cawangan-cawangan) sahaja. …….

Syaikh Hasan Ma’shum Mufti Kerajaan Deli yang nama lengkapnya ialah Hasanuddin bin Muhammad Ma’shum bin Abi Bakar ad-Dali (Deli). Namun lebih dikenali dengan Syaikh Hasan Ma’shum. Asal keturunan dari Acheh kemudian berpindah ke Deli. Lahir di Labuhan Deli, Sumatera Utara pada tahun 1300H/1882M dan wafat di Medan pada 24 Syawal 1355H/7 Januari 1937M. Ayah dan datuknya juga merupakan ulama. Seorang pembela kamu tua ketika berlaku pertembungan pendapat antara kaum tua dan kaum muda. Antara kitab yang beliau tulis untuk menyanggah pendapat kaum muda adalah Al-Quthufat as-Saniyah fi Raddi Ba’dhi Kalam al-Fawaid al-‘Aliyah [kitab ini mendapat pujian dari gurunya Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau dan Syeikh Abdul Qadir Shabir al-Mandaili], Beberapa Masail [untuk menangkis 19 perkara yang dilemparkan oleh Kaum Muda @ Wahabi yang dianggap bidaah oleh mereka iaitu antaranya tentang melafazkan ‘Usalli’, membaca talkin, mengaji (membaca al-Quran) di kubur,berdiri ketika marhaban, mempercayai ulama, lafaz ‘Saidina’ dalam shalawat, qadha sembahyang, mengangkat tangan ketika qunut, ziarah makam Nabi صلى الله عليه وسلم , membaca al-Quran untuk orang mati, fidyah sembahyang, ziarah kubur dan lain-lain lagi. Kitab ini dicetak pada tahun 1929 (cetakan kedua)]

Jelas bahawa ulama-ulama diatas menolak fahaman/ajaran yang dibawa oleh kaum muda atau Wahabi. Jika kita terima ajaran Wahhabi, maknanya kita tolak fatwa ulama-ulama kita yang dahulu-dahulu yang terkenal mereka itu dengan ke’aliman dalam pelbagai cabang ilmu, kewarakan dan ketaqwaannya.

Kata al-Marhum Tuan Guru Syaikh Wan Muhammad Shaghir bin Wan Abdullah:

“Ada orang jadi masyhur namanya kerana mempertahankan sesuatu pegangan yang diamalkan oleh orang ramai. Tidak dinafikan juga bahawa seseorang jadi masyhur kerana membantah amalan orang lain. Seseorang yang mempertahankan pegangan, sama ada yang betul ataupun yang salah, ada yang terikat dengan adab-adab yang tertentu, tetapi tidak sedikit yang tiada beradab. - Walau bagaimana hebat pun seseorang memperoleh kemasyhuran sanjungan manusia, tetapi jika pemikiran, pekerjaan dan perbuatannya tiada diredhai Allah, dia bukanlah seorang yang bijak. Hakikatnya dialah orang yang paling bodoh”
Alhadith Nabi S.A.W.

Dalam riwayat lain disebutkan dengan hadis, “Akan muncul di akhir zaman nanti, suatu kaum yang terdiri daripada orang muda yang masih mentah fikirannya (dangkal pemahaman agamanya). Mereka banyak mengucapkan perkataan Khairil Bariyah (hadis-hadis Rasulullah s.a.w.) tetapi iman mereka masih lemah. Pada hakikatnya, mereka telah keluar daripada agama seperti anak panah yang terlepas daripada busurnya. Di mana saja kalian dapat menemuinya, maka hapuskanlah mereka itu. Barang siapa yang dapat menghapuskan mereka, kelak akan mendapat pahala di hari kiamat.” (Sahih Muslim, Imam Muslim (2467))

Baginda juga bersabda, “Kelak pada akhir zaman akan muncul suatu kaum, mereka membaca al-Quran tetapi tidak melebihi kerongkong. Mereka memecah belahkan persatuan umat Islam sehingga banyak di antara orang Islam yang keluar daripada Islam (murtad) seperti keluarnya anak panah daripada busurnya. Mereka akan terus muncul dan yang terakhir keluar di antara mereka akan bersekutu dengan Dajjal (menjadi tentera Dajjal menghancurkan Islam). Jika kalian berjumpa dengan mereka, maka perangilah kerana mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk dan seburuk-buruk khalifah di muka bumi ini.” (Al-Musnad, Imam Ahmad bin Hambal (19783))

*Wallahu 'alam bissawab*

Sabtu, 11 Jun 2016

Melatih Anak solat berjamaah sebelum di bawah ke masjid

Terbaca viral anak-anak dihalau ke saf belakang teringat juga saya larangan membawa anak solat berjamaah di masjid.

Mengimbau kenangan lama semasa sedang mengaji pondok di peneng. Kebetulan tahun ini Ramadan berlangsung pada cuti pertengah penggal persekolahan.

Cuti persekolah biasanya kami keluar mencari kerja sementar. Tapi bila dah ada kawan-kawan yang sanggup ambil upah bertukang membaiki atau menambah saiz rumah.

Saya tidak ingat sudah nama tempat dan lokasi yang kami datangi untuk bertukang rumah. Tapi kawasan tersebut berada di pulau pinang menghadap laut. Dan bila bayu laut melanda saya akan turun ke luar rumah kerana takut rumah tersebut terangkat dibawa angin almaklum lah fesyen rumah disana rata-rata tiang tidak tertanam hanya bertengek diatas tiang semen separuh.

Seingat saya seminggu lebih kami duduk dalam rumah tersebut menunggu tuannya datang membawa dan menghantar perkakas peralatan rumah tersebut. Jadi kerja kami makan tidur je ler..

Rasanya bangunan rumah tersebut duduk dalam kawasan masjid. Sempatlah kami solat jumaat dan berjamaah bertarawih di situ.

Satu Hal yang menarik minat saya yang berlaku ketika solat jumaat ialah bila saya terpandang seorang lelaki datang dan solat tahiatul masjid hal dalam keadaan mengendong baby kecil. SubahanAllah dalam hati saya bercakap kuat sungguh bangsa lelaki ini mengangkat anaknya sambil menunaikan solat.

Bila sudah ada anak kecil sendiri saya cubalah berlatih untuk mengikut perbuatan lelaki tersebut. Mudah dan ringkas pula keadaanya sebenarnya. Cuma untuk menyediakan baby kecil dalam keadaan tidak berhadas memang sesuatu yang tidak mudah walaupun di rumah sendiri. Apa kan lagi di masjid yang peralatan kita mungkin tidak terbawa.

Untuk memastikan pakaian sendiri suci sudah satu hal. Memastikan baby kecil tidak menanggung hadas perkara kedua memang perlu rajin dan cermat kalau tidak. sia-sialah kerja solat kerana menanggung anak kecil yang berhadas.

Jadi kalau bawa anak berjamaah ke masjid sebaiknya ibubapa berlatih membawa awal sedari bayi lagi. Agar sentiasa beringat tentang anak yang mungkin menanggung hadas kecil. Supaya tidak menjejaskan jamaah lain.

Kalau kata RasulAllah bawa anak berjamaah ke Masjid memang macam tidak sesuai ceritanya. Sebab memang pun masjid itu adalah rumah kediaman RasulAllah sendiri.

Cuma harus diingat masjid adalah larangan bagi mereka yang berhadas besar. Jadi kebersihan dan kesucian cucu RasulAllah yang sedang bermain dirumah, diruang solat seterusnya menganggu perbuatan solat RasulAllah adalah terjamin kesuciannya. Tidak lah terbiar seperti anak-anak kita.

Memisahkan kanak-kanak dari jamaah dewasa adalah satu persediaan penting.

Kalau saya apakah tidak ada rasa bersalah bila sang anak menyebabkan seorang jamaah dewasa batal solatnya kerana bersentuhan dengan anak yang sedang menanggung hadas kecil.

Anak-anak memang bukan Najis. Macam juga ibu-ibu yang sedang Haid mereka bukan Najis. Cuma keadaan mereka berkemungkinan sama kerana sedang menanggung Hadas yang akan menganggu sah atau batal perlakuan ibadat